Info Kontak:

Senin, 29 Juli 2019

Sastra: Ibrahim dari Barus

Sejarah Raja-raja Barus, buku yang wajib dimiliki orang Batak; 
Lembaga Bantuan Hukum JBMI -- Ada semacam sugesti yang kemudian menjalar ke seluruh angkatan perang bahkan rakyat banyak sekalian. Betapa pun juru bicara istana menjelaskan bahwa Sultan baik-baik saja, semata saking jijiknyalah maka beliau undur diri. Tapi para panglima yang melihat dengan mata kepala sendiri bagaimana Sultan gemetar, tak mempan membendung sumber sugesti!

Hari itu juga akhirnya tersiar kabar. Sultan jatuh sakit. Para tabib berlomba meramu obat. Hamzah Fansuri sendiri kulihat sudah selesai menyeka air mata, secepat ia kembali pada cinta Wujudiyah, dan kini ikut memberi Sultan air ramuan yang sudah didoakan. Hamzah juga mulai bicara tentang penyebab sakitnya Sultan. Sultan, kata Hamzah, menyerang Ibrahim tanpa menyelidiki kebenaran kabar utusan.

Ucapan Hamzah cepat bergema, kelak mempercepat keterusirannya dari istana. Jelas ia dianggap mendukung Raja Barus, betapa pun ia berusaha bijaksana, sebagaimana ia mengecam “meditasi bulan purnama” yang sering dilakukan Sultan.

Sungguh pun begitu, berkat nasehat Hasan dan Jamal, dua murid kesayangan Hamzah, akhirnya ditemukan jalan keluar: istana mesti membuat “Upacara Pula Batee”.

“Tapi bukankah upacara itu untuk raja?” protes seorang uleebalang. Ya, sebenarnya itu upacara pemasangan nisan keluarga raja dengan mengerahkan karnaval gajah dan pesta air.

“Tuan Ibrahim adalah Raja, keturunan raja…,” jawab Hasan tenang.

“Tubuhnya sudah dikubur di Barus, apalagi yang diinginkan?” sela seorang orang kaya....

Baca selanjutnya

Tidak ada komentar:
Write komentar