Info Kontak:

Minggu, 13 April 2025

Sejarah Perbankan di Tapanuli dan Sekitarnya

Lembaga keuangan di wilayah Tapanoeli pada masa lampau memperlihatkan corak yang unik, terutama dalam menghadapi kebutuhan pendanaan. Untuk keperluan dana yang relatif kecil, masyarakat setempat lebih mengandalkan sokongan dari lingkaran keluarga dan jalinan hubungan kekerabatan yang erat. Namun, ketika berhadapan dengan kebutuhan dana yang lebih besar, pilihan yang tersedia adalah langsung ke bank-bank yang umumnya didirikan oleh pihak swasta atau oleh pemerintah kolonial. Sebuah fenomena menarik muncul di Sumatra Timur, di mana justru lahir sebuah bank yang secara spesifik didirikan oleh putra daerah Tapanoeli.

Inisiatif pendirian bank oleh orang Tapanoeli di Sumatra Timur ini muncul sebagai respons terhadap sulitnya akses yang dihadapi oleh para pengusaha pribumi. Mereka merasakan adanya jurang pemisah dalam layanan keuangan jika dibandingkan dengan pengusaha Eropa/Belanda yang dilayani oleh bank-bank besar seperti Bank Java, serta pengusaha Tionghoa yang memiliki Bank Kesawan sebagai institusi keuangan andalan mereka. Keterbatasan akses ini menjadi pemicu bagi kalangan terpelajar dan pengusaha pribumi asal Tapanoeli untuk mengambil langkah proaktif.

Dalam catatan sejarah yang tertuang dalam surat kabar De Telegraaf edisi 28 Desember 1920, terungkap bagaimana situasi ketidakadilan dalam layanan perbankan mendorong munculnya gagasan untuk mendirikan bank sendiri. Di tengah dominasi bank-bank Eropa dan Tionghoa, kebutuhan akan lembaga keuangan yang berpihak pada kepentingan pribumi semakin mendesak. Ide pendirian bank ini kemudian mengerucut pada sebuah rencana konkret di Pematang Siantara pada tahun 1920.

Bank yang akhirnya berdiri di Pematang Siantara tersebut merupakan buah pemikiran dan kerja keras sejumlah tokoh terkemuka yang berasal dari Padang Sidempoean. Para tokoh ini, yang sebagian besar merantau ke Pematang Siantara, memiliki visi untuk menciptakan sebuah lembaga keuangan yang dapat memberdayakan perekonomian masyarakat pribumi. Bank yang didirikan dengan semangat kemandirian dan nasionalisme ekonomi ini kemudian diberi nama Bataksche Bank.

Bataksche Bank mencatatkan diri sebagai bank swasta pribumi profesional pertama yang berhasil berdiri dan bertahan cukup lama, bahkan hingga berakhirnya era kolonial Belanda di Indonesia. Keberadaan bank ini menjadi simbol perlawanan terhadap dominasi ekonomi asing dan representasi dari semangat kewirausahaan masyarakat pribumi, khususnya dari Tapanuli. Bank ini tidak hanya berfungsi sebagai penyalur dana, tetapi juga sebagai wadah untuk membangun jaringan ekonomi antar pengusaha pribumi.

Adapun tokoh-tokoh penting yang menjadi motor penggerak pendirian Bataksche Bank adalah Dr. Alimoesa Harahap, Dr. Muhamad Hamzah Harahap, Soetan Pane Paroehoem, dan Soetan Hasoendoetan. Keempat tokoh ini memiliki latar belakang pendidikan dan sosial yang kuat, serta kesadaran akan pentingnya kemandirian ekonomi bagi masyarakat pribumi. Mereka bahu-membahu mewujudkan impian untuk memiliki lembaga keuangan sendiri yang dapat melayani kebutuhan masyarakat Tapanuli dan sekitarnya.

Untuk menjaga keberlangsungan dan kredibilitas Bataksche Bank sebagai bank swasta pribumi, salah satu pendirinya, Hasan Harahap yang bergelar Soetan Pane Paroehoem, mengambil inisiatif penting. Beliau memutuskan untuk mengikuti kursus dan menempuh ujian notaris di Batavia (Jakarta). Langkah ini diambil untuk memastikan bahwa bank memiliki landasan hukum yang kuat dan dapat beroperasi secara profesional sesuai dengan peraturan yang berlaku.

Usaha keras Soetan Pane Paroehoem membuahkan hasil gemilang. Pada tahun 1927, beliau berhasil lulus ujian notaris kelas satu, sebagaimana yang diberitakan oleh Het nieuws van den dag voor Nederlandsch-Indie pada tanggal 22 Agustus 1927. Keberhasilan ini tidak hanya menjadi kebanggaan bagi Bataksche Bank, tetapi juga bagi seluruh masyarakat pribumi, karena Soetan Pane Paroehoem tercatat sebagai notaris pertama dari kalangan pribumi di Sumatra.

Keberadaan seorang notaris pribumi yang juga merupakan salah satu pendiri bank memberikan legitimasi dan kepercayaan yang lebih besar kepada Bataksche Bank. Hal ini menunjukkan keseriusan dan profesionalisme para pendiri dalam mengelola lembaga keuangan tersebut. Bataksche Bank kemudian tumbuh dan berkembang menjadi salah satu pilar ekonomi bagi masyarakat pribumi di Sumatra Timur.

Seiring dengan perkembangan Bataksche Bank di Sumatra Timur, perkembangan perbankan di wilayah Tapanoeli sendiri berjalan lebih lambat. Baru pada tahun 1925 muncul Volksbank di Sibolga.

Pendirian bank rakyat ini erat kaitannya dengan perkembangan sektor perkebunan yang semakin pesat di wilayah Tapanoeli.

Sebagaimana yang tercatat dalam surat kabar De Sumatra post edisi 17 Juli 1925, perkembangan perkebunan karet menjadi salah satu faktor pendorong munculnya kebutuhan akan lembaga keuangan yang lebih dekat dengan masyarakat.

Perkebunan-perkebunan karet tumbuh subur di sepanjang jalan poros Sibolga-Padang Sidempoean, terutama di wilayah Batangtoroe.

Volksbank hadir sebagai respons terhadap kebutuhan para petani dan pengusaha kecil di sektor perkebunan. Bank rakyat ini diharapkan dapat memberikan akses permodalan yang lebih mudah dan terjangkau bagi masyarakat Tapanoeli, sehingga dapat mendorong pertumbuhan ekonomi lokal. Keberadaan Volksbank menandai babak baru dalam sejarah perbankan di wilayah tersebut, meskipun skalanya masih relatif kecil dibandingkan dengan Bataksche Bank di Sumatra Timur.


Perbedaan waktu munculnya lembaga perbankan antara Tapanoeli dan Sumatra Timur menunjukkan dinamika ekonomi dan sosial yang berbeda di kedua wilayah tersebut. Sumatra Timur, dengan perkembangan perkebunan yang lebih awal dan adanya interaksi dengan pusat-pusat perdagangan yang lebih besar, memicu kebutuhan akan lembaga keuangan yang lebih profesional dan terorganisir. Sementara itu, di Tapanoeli, pola keuangan tradisional masih cukup dominan hingga munculnya sektor perkebunan yang signifikan.

Kisah tentang Bataksche Bank dan Volksbank memberikan gambaran yang menarik tentang bagaimana inisiatif lokal muncul sebagai respons terhadap kebutuhan dan keterbatasan akses terhadap layanan keuangan. Kedua bank ini, meskipun memiliki skala dan fokus yang berbeda, memiliki peran penting dalam sejarah perekonomian masyarakat Tapanuli dan sekitarnya. Bataksche Bank menjadi simbol kemandirian dan profesionalisme, sementara Volksbank menjadi representasi dari upaya untuk memberdayakan ekonomi rakyat.

Sejarah perbankan di Tapanoeli dan Sumatra Timur pada masa kolonial memberikan pelajaran berharga tentang pentingnya akses terhadap layanan keuangan bagi pertumbuhan ekonomi masyarakat pribumi. Keterbatasan akses yang dirasakan oleh para pengusaha dan petani mendorong munculnya inisiatif untuk mendirikan lembaga keuangan sendiri, yang pada gilirannya berkontribusi pada pembangunan ekonomi lokal dan nasional.

Kisah sukses Bataksche Bank juga menjadi inspirasi bagi gerakan kemandirian ekonomi di kalangan masyarakat pribumi pada masa itu. Bank ini membuktikan bahwa dengan semangat persatuan dan profesionalisme, masyarakat pribumi mampu mendirikan dan mengelola lembaga keuangan yang dapat bersaing dengan bank-bank asing.

Hingga kini, jejak sejarah perbankan di Tapanuli dan Sumatra Timur masih dapat dirasakan. Semangat kemandirian dan inisiatif lokal yang ditunjukkan oleh para pendiri Bataksche Bank dan Volksbank menjadi warisan yang berharga bagi perkembangan sektor keuangan di Indonesia. Kisah ini juga mengingatkan kita akan pentingnya inklusi keuangan dan akses yang merata bagi seluruh lapisan masyarakat.

Sejarah mencatat bahwa keterbatasan seringkali menjadi pemicu inovasi dan kemandirian. Begitu pula dengan sejarah perbankan di Tapanuli, di mana keterbatasan akses justru melahirkan inisiatif berani untuk mendirikan lembaga keuangan sendiri. Kisah ini adalah bagian penting dari narasi perjuangan ekonomi masyarakat Indonesia di masa kolonial.

Melalui kisah Bataksche Bank dan Volksbank, kita dapat memahami bagaimana konteks sosial, ekonomi, dan politik pada masa itu memengaruhi perkembangan sektor keuangan di berbagai daerah di Indonesia. Inisiatif lokal seperti pendirian bank oleh masyarakat Tapanuli menjadi bukti dari semangat kewirausahaan dan keinginan untuk berdaya secara ekonomi.

Warisan dari Bataksche Bank dan Volksbank terus hidup dalam semangat kewirausahaan dan kemandirian ekonomi masyarakat Indonesia saat ini. Kisah ini menjadi pengingat bahwa pembangunan ekonomi yang inklusif membutuhkan partisipasi aktif dari seluruh elemen masyarakat, termasuk inisiatif-inisiatif yang muncul dari tingkat lokal.

Tidak ada komentar:
Write komentar